Kutipan

A. Pengertian Kutipan

(Widjono,2007:72) Kutipan adalah salinan kalimat, paragraf, atau pendapat dari seorang pengarang atau ucapan orang terkenal karena keahliannya, baik yang terdapat dalam buku, jurnal, baik yang melalui media cetak maupun elektronik. Kutipan ditulis untuk menegaskan isi uraian, memperkuat pembuktian, dan kejujuran menggunakan sumber penulisan.

Skripsi, thesis, disterasi, dan makalah ilmiah lebih dari 10 halaman sebaiknya menggunakan catatan kaki.

B. Prinsip-prinsip Mengutip

Dalam membuat tulisan kita pasti sering mengambil atau mengutip dari tulisan orang lain, maka dari itu perlu kita tahu bagaimana prinsip-prinsip yang benar dalam mengutip dari tulisan orang lain. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Apabila dalam mengutip sebuah karya atau tulisan yang ada salah ejaan dari sumber kutipan kita, maka sebaiknya kita biarkan saja apa adanya seperti sumber yang kita ambil tersebut. Kita sebagai pengutip tidak diperbolehkan membenarkan kata ataupun kalimat yang salah dari sumber kutipan kita.

b. Dalam kutipan kita diperkenankan menghilangkan bagian-bagian kutipan dengan syarat bahwa
penghilangan bagian itu tidak menyebabkan perubahan makna atau arti yang terkandung dalam sumber kutipan kita.
Caranya yaitu:
> Menghilangkan bagian kutipan yang kurang dari satu alinea.
Bagian yang dihilangkan diganti dengan tiga titik berspasi.
> Menghilangkan bagian kutipan yang kurang dari satu alinea.
Bagian yang dihilangkan diganti dengan tiga titik berspasi sepanjang garis. (dari margin kiri sampai margin kanan).

C. Macam-macam Kutipan

Pada umumnya kutipan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
1. Kutipan langsung (direct quotation):
    Kutipan langsung ini dibedakan bagi menjadi dua yaitu :
    a. Kutipan langsung pendek (short direct quotation),
    b. Kutipan langsung panjang (long direct quotation).
2. Kutipan tidak langsung (indirect quotation atau paraphrase);
    Kutipan tidak langsung ini juga dibedakan menjadi dua yaitu:
    a. Kutipan tidak langsung pendek (short indirect quotation),
    b. Kutipan tidak langsung panjang (long indirect quotation)

C.1. Kutipan langsung

Kutipan langsung adalah kutipan yang dilakukan persis seprti sumber aslinya, kata-katayang digunakan sama seperti bahan aslinya.Kutipan langsung biasanya digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk mengutip rumus atau model matematika,
b. Untuk mengutip peraturan-peraturan hukum, surat keputusan, surat perintahanggaran rumah tangga, tabel statistik dan sebagainya.
c. Untuk mengutip peribahasa, puisi, karya drama, dan kata-kata mutiara.
d. Untuk mengutip beberapa definisi yang dinyatakan dalam kata-kata yang sudahpasti.
e. Untuk mengutip beberapa pemyataan ilmiah yang jika dinyatakan dalam bentuk lain dikhawatirkan akan kehilangan maknanya.

C.1.1 Kutipan langsung pendek

Kutipan langsung pendek adalah kutipan langsung yang panjangnya tidak melebihi tigabaris ketikan. Kutipan yang demikian cukup dimasukkan dalam teks dengan memberikantanda petik diantara bahan yang dikutip.

Contoh :
Dalam memperkirakan distribusi pendapatan usaha tani akan digunakan pendekatanakuntansi, yakni "menghitung distribusi pendapatan usaha tani di antara para penerimapendapatan dan di antara faktor-faktor produksi." 1)

1)  C.G. Ranade and R.W. Herdt,"Shares of Farm Eamings from Rice Production, "ii Economic Consequences of the New Rice Technology (Los Banos, Philipgines:International Rice Research Institute, 197 8),p. 8 8.

C.1.2 Kutipan langsung panjang

Kutipan langsung panjang adalah kutipan langsung yang panjangnya melebihi tiga barisketikan. Kutipan semacam ini tidak dimasukkan dalam teks. Kutipan tersebut diberi tempattersendiri, dalam alinea baru yang berdiri sendiri. Kutipan langsung panjang ini diketik dengan satu spasi. Lebar jorokan ke dalam dari kalimat pertama adalah tujuh ketukan huruf dari garis tepi yang baru. Sedangkan baris kedua, ketiga dan seterusnya dimulai sesudahempat ketukan huruf dari garis tepi kiri. Bahan kutipan langsung panjang tidak ditulis diantara tanda petik.

Contoh:
Dalam memperhitungkan "farm family income" dibedakan bruto dan neto.Gross farm family-income (GFFI) is defined as income received by the farm operator and iscalculated as the residual after making actual payment for all expenditures incurred forproduction inputs, exduding any unpaid return to family-owned resources (land, labour, or capital). The net farm family income (NFFI) is calculated substracting depreciation from GFFI 2)

2) R. W Herdt,"costs and Returns for Rice Production," in Economic Consequences of the New Rice Technology (Los Banos: International Rices ResearchInstitute,1978),PP.64-65.

Penempatan kutipan langsung panjang dalam skripsi disarankan tidak melebihisetengah halaman. Usahakanlah dan pilihlah kutipan langsung panjang yang cukup pendek. Apabila terpaksa terdapat kutipan langsung Panjang yang melebihisatu halaman diseyogyakan untuk dimasukkan dalam bagian lampiran.

C.2. Kutipan tidak langsung

Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang tidak persis sama seperti bahan aslinya.Kutipan ini merupakan suatu petikan. Pokok - pokok pikiran atau ringkasan kesimpulan yang disusun menurut jalan pikiran dan dinyatakan dalam Bahasa pengutip sendiri. Kutipan tidak langsung tidak dituliskan di antara tanda petik, melainkan langsung dimasukkan dalam kalimat atau alinea. Ketentuan ini berlaku baik untuk kutipan tidak langsung pendek maupun kutipan-kutipan tidak langsung panjang.

Kutipan tidak langsung pendek adalah kutipan tidak langsung yang terdiri dari satu alinea atau kurang. Apabila lebih dari satu alinea dianggap sebagai kutipan tidak langsung panjang. Beberapa petunjuk dalam membuat kutipan tidak langsung pendek:
a. Jangan memasukkan pendapat sendiri ke dalam kutipan tidak langsung. Satualinea sepenuhnya disediakan untuk kutipan tidak langsung.
b. Kutipan tidak langsung dalam alinea itu hanya berasal dari satu sumber.
c. Apabila suatu bahan yang diambil dari dua sumber atau lebih berisi pokok-pokok pikiran yang sama, maka pernyataan tersebut tidak perlu dicantumkan dalamalinea sendiri-sendiri dengan footnote masing-masing, tetapi cukup diparaphrasekan dalam satu alinea saja dan kemudian disebutkan sumbemya.

D. Teknik Penulisan Kutipan

D.1 Pada Kutipan Langsung

Kutipan langsung ditulis dengan diberi tanda petik ("....."), jika pendek (satu - lima baris) ditulis dobel spasi, terintegrasi dalam kalimat yang dibuat penulis.

Contoh 11:

Salah Satu dimensi kehidupan afektif emosional adalah kemampuan memberikan  perlindungan yang berlebihan, melainkan cinta dalam arti “… a relationship that nourishes us as we give, and enriches us as we spend, and permits ego and alter  ego to grow in mutual harmony” (Cole, 1953: 832).

Kutipan langsung panjang (lebih dari lima baris) ditulis pada tempat tersendiri dengan spasi tunggal, tidak diberi tanda petik (“.....”), dan penulisan pada baris pertama disesuaikan dengan jumlah ketukan pada penulisan alinea baru (5-7 ketukan) (Keraf, 1984:183)

Contoh 12:

R.C. Kwant berpendapat tentang hubungan antara kritik dan demokrasi sebagai berikut.

Demokrasi itu tidak mungkin kalau tanpa kritik. Tetapi rakyat itu tentu dihimpun oleh pemimpin. Bagaimana yang dipimpin itu dapat bisa memimpin diri sendiri? Itu bisa karena rakyat mengontrol orang-orang yang mereka pimpin, habislah demokrasinya. Pada hal kritik adalah sebagian integral daripada kontrol. Maka krisis termasuk dalam hakikat demokrasi (Kwant, 1995: 70).

D.2. Pada Kutipan Tidak Langsung

D.2.1. Parafrase (Paraphrasing)

Kutipan tidak langsung dapat dibagi menjadi dua jenis yakni parafrase (paraphrasing) dan pengikhtisaran (summarizing). Parafrase adalah teknik perujukan dengan mengambil gagasan utama (main idea) dari sumber yang dirujuk. Untuk menghindari penjiplakan atau plagiarisme, penulis harus memastikan bahwa struktur kalimat dan pilihan kata (diksi) yang digunakan dalam parafrase harus berbeda dengan pernyataan aslinya. Dalam setiap pernyataan yang merupakan hasil paraphrasing dari suatu sumber atau beberapa sumber tertentu, penulis perlu mencantumkan identitas sumber yang dirujuk.  Parafrase diperoleh penulis dengan mengambil inti/pokok pikirannya saja, redaksi kalimat dibuat sendiri oleh pengutip. Cara penulisannya adalah: kutipan disatukan (diintegrasikan) dengan kalimat penulis,  tidak diberi tanda  petik (“.....”).

Contoh:

Sejarah wacana keadilan gender (baca: feminisme) di Mesir sebenarnya telah bergema sejak awal abad XX. Ironisnya, wacana tersebut kelihatannya hanya berjalan di tempat. Perempuan Mesir pada umumnya, terutama di tingkat masyarakat bawah, masih mengalami ketidakadilan atau bahkan penindasan. Sejauh ini masih belum ada tanda-tanda yang memperlihatkan perubahan yang signifikan dalam relasi sosial antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Polarisasi ekstrim elemen sosial ke dalam dua kutub berdasarkan seks (jenis kelamin) masih terjadi. Meminjam istilah Simone de Beauvoir, perempuan masih diposisikan sebagai the second sex atau being for others (ada untuk orang lain) (Siswanti, 2003: 21).

Paragraf di atas dapat dibuat menjadi parafrase sebagai berikut:

Perempuan di Mesir hingga sekarang masih mengalami ketidakadilan gender bahkan penindasan meskipun wacana keadilan gender telah berkembang sejak satu abad terakhir. Relasi sosial laki-laki dan perempuan masih seperti dua kutub yang berjauhan. Perempuan masih dipandang sebagai makhluk kelas dua (the second sex) atau eksistensinya sekedar menjadi pelengkap bagi laki-laki (being for others) (Siswanti, 2003: 21).

Perhatikan contoh parafrase yang kurang benar dari kutipan di atas berikut ini:

Wacana keadilan gender   di Mesir telah bergema sejak awal abad XX. Sayangnya, wacana tersebut hanya berjalan di tempat sehingga perempuan Mesir masih mengalami ketidakadilan atau bahkan penindasan sampai sekarang. Polarisasi ekstrim elemen sosial ke dalam dua kutub berdasarkan seks (jenis kelamin) masih terjadi.  Perempuan masih diposisikan sebagai the second sex atau being for others (ada untuk orang lain) (Siswanti, 2003: 21).

D.2.2. Pengikhtisaran (Summarizing)

Adapun pengikhtisaran (summarizing) adalah teknik perujukan dengan menyarikan atau mengikhtisarkan (membuat ikhtisar) atas kutipan dari suatu sumber. Seperti halnya, parafrase, pernyataan-pernyataan yang gagasan utamanya diperoleh melalui summarizing perlu dilengkapi pula dengan identitas sumber yang dirujuk (nama penulis, tahun terbit, dan halaman. Sedikit berbeda dengan parafrase, summarizing merupakan bentuk ikhtisar yang lebih ringkas, padat, juga dengan menggunakan redaksi bahasa penulis sendiri. Summarizing bermanfaat sekali ketika penulis ingin mengambil esensi atau substansi semacam abstrak dari kutipan yang mungkin panjang, misalnya satu halaman atau lebih.

Contoh:

Karakteristik pluralitas Indonesia adalah kompleksitasnya di dalam hal etnik dan agama. Di Indonesia terdapat tidak hanya puluhan etnis, melainkan ratusan etnis dengan bahasa dan budayanya masing-masing yang satu dengan lainnya berbeda. Selain itu, berbagai etnik itu pada umumnya menganut agama masing-masing yang satu dengan lainnya berbeda, meskipun secara yuridis formal Indonesia menetapkan adanya agama-agama tertentu yang diakui negara yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Dengan demikian semboyan Bhinneka Tunggal Ika terasa pas dengan kondisi bangsa Indonesia yang memang pluralistik.

Kemajemukan bangsa Indonesia ternyata sangat rentan terhadap tindak kekerasan akibat konflik sosial terutama antar-etnik dan antar-agama, di samping antar kelas dan antar-golongan, yang dalam pembinaan politik di Indonesia sering disebut dengan SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan). Kekerasan itu sejak lama telah muncul di beberapa daerah di Indonesia. Hanya saja selama ini kekerasan itu tidak besar atau membesar dan tidak merember ke daerah lain. Namun, ketika bangsa Indonesia dilanda krisis moneter/ ekonomi sejak akhir 1997 hingga kini setelah gerakan reformasi --yang dimotori para mahasiswa dan intelektual--berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, kekerasan itu menggejala di berbagai daerah. Sedikit saja ada gesekan, maka mudah sekali api perpecahan dan kerusuhan massal disertai tindak kekerasan kolektif (anarkisme) muncul. Akibatnya, rakyat yang tidak berdosa harus menderita karenanya. Kasus kerusuhan Jakarta (2005), Solo (1998), Bali (1999), Ambon, Maluku Utara (1999/ 2000; 2003/ 2004), Mataram (2000), massal disertai tindak kekerasan kolektif (anarkisme) muncul. Akibatnya, rakyat yang tidak berdosa harus menderita karenanya. Kasus kerusuhan Jakarta (2005), Solo (1998), Bali (1999), Ambon, Maluku Utara (1999/ 2000; 2003/ 2004), Mataram (2000), Kalimantan (2003) dan Poso (2003-2006) adalah contoh aktual. Sekaligus mengindikasikan betapa kekerasan sosial akhir-akhir ini begitu fenomenal melanda masyarakat kita, yang dulu dikenal religius dan berbudaya santun: halus budi bahasanya, berbudi pekerti luhur, dan ramah-tamah. Sayang sekali, karakteristik bangsa Indonesia yang bagus itu kini tinggal 'kenangan indah'.

Identitas "bangsa religius dan berbudaya santun" itu telah terkoyak dan ternodai oleh berbagai tindak kekerasan sosial di berbagai daerah. Semoga situasi di Ambon yang sudah cukup kondusif dapat terus berlangsung, setelah lama dilanda konflik antara komunitas Kristen dengan komunitas Islam. Namun, bukan tidak mungkin di dalamnya masih tersimpan bara yang dapat menyala sewaktu-waktu. Kondisi demikian tentu saja menimbulkan keresahan dan kegelisahan di kalangan masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi kesulitan hidup akibat krisis ekonomi sejak 1997 dan mengatasi berbagai musibah di tanah air.

Kutipan orisinal dari sebuah sumber tersebut dapat dibuat ikhtisarnya (summarizing) menjadi sebagai berikut:

Pluralitas bangsa Indonesia baik dari segi etik, agama, bahasa, dan budayanya merupakan sebuah keniscayaan. Dengan kata lain multikulturalisme merupakan sebuah faktan yang tidak terbantahkan yang harus diterima oleh warga Negara Indonesia. Sayang sekali, akhir-akhir ini pluralitas atau multikulturalisme bangsa Indonesia itu telah terkoyak oleh berbagai konflik antar-etnis dan antar-agama yang disertai dengan tindak anarkis seperti terlihat pada konflik Solo (1980), Ambon, Maluku Utara (1999/ 2000; 2003/ 2004), Jakarta (2010), Kalimantan Barat (2003). Predikat “bangsa religius dan berbudaya santun“ pun kini perlu patut dipertanyakan.

Sumber:
Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://girlycious09.wordpress.com/tag/teknik-mengutip/
http://www.scribd.com/doc/47562301/46/Macam-macam-Kutipan
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:PwuKin_UoYQJ:kopertis6.or.id/data/kelembagaan/Materi%2520Pelatihan%2520Buku%2520Ajar/Dr.%2520Ali%2520Imron%2520A.%2520M/TEK%2520KUTIP,%2520DAFT%2520PUSTAKA,%2520ETIKA%2520AKADEMIK-FT%2520UMS%25202012.rtf+&cd=15&hl=en&ct=clnk&gl=id Selengkapnya ...

Konvensi Naskah

(Widjono,2007:268) Konvensi Naskah adalah Penulisan naskah karangan ilmiah berdasarkan kebiasaan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati. Kelaziman dan kesepakatan ini cenderung menjadi aturan baku yang digunakan oleh para akademisi di perguruan tinggi. Namun, penulisan naskah ilmiah tidak sebatas pada kegiatan akademis di perguruan tinggi. Para profesional dalam berbagai bidang disiplin ilmu yang bekerja di berbagai lembaga pemerintah dan swasta, yang sudah lazim atau berdasarkan konvensi.

Konvensi penulisan, pengorganisasian materi utama, pengorganisasian materi pelengkap, bahasa, dan kelengkapan penulisan lainnya.

Persyaratan formal menyangkut bagian-bagian pelengkap dan kebiasaan-kebiasaan (konvensi) yang harus diikuti dalam penulisan. Dari persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara formal, semi formal, dan informal.

A. Naskah Formal

Naskah formal adalah suatu naskah yang memenuhi semua persyaratan yang dituntut.

Persyaratan formal (bentuk lahiriah) yang harus dipenuhi sebuah karya menyangkut tiga bagian utama, yaitu:
Bagian pelengkap pendahuluan
a. Isi karangan
b. Bagian pelengkap penutup
c. Bagian Pelengkap Pendahuluan

Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Bagian pelengkap pendahuluan terdiri dari :

a. Judul Pendahuluan (Judul Sampul)
b. Halaman Judul
c. Halaman Persembahan (kalau ada)
d. Halaman Pengesahan (kalau ada)
e. Kata Pengantar
f.  Daftar Isi
g. Daftar Gambar (kalau ada)
h. Daftar Tabel (kalau ada)

Bagian Isi Karangan

Bagian isi karangan sebenarnya merupakan inti dari karangan atau buku; atau secara singkat dapat dikatakan karangan atau buku itu sendiri. Bagian isi karangan terdiri dari :
a.    Pendahuluan
b.   Tubuh Karangan
c.    Kesimpulan

Bagian Pelengkap Penutup

Bagian pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan ilmiah. Bagian pelengkap penutup terdiri dari B
a.   Daftar Pustaka (Bibliografi)
b.   Lampiran (Apendix)
c.   Indeks
d.   Riwayat Hidup Penulis

Contoh Naskah Formal:
Laporan hasil praktek kerja lapangan


B. Naskah Semi-Formal

Naskah semi-formal adalah naskah yang tidak memenuhi semua persyaratan yang dituntut oleh konvensi.

Contoh naskah semi formal:
Makalah hasil penelitian

C. Naskah Non Formal

Naskah informal yaitu naskah yang tidak memenuhi semua syarat yang dituntut oleh konvensi.

Contoh naskah non formal:
Naskah kemerdekaan

D. Perbedaan Naskah Formal, Naskah Semi-Formal, Naskah Non Formal

Selain naskah formal, terdapat juga naskah semi-formal dan non formal. Perbedaan ketiga jenis naskah tersebut terdapat pada sub babnya. Naskah formal yaitu suatu karya yang memenuhi syarat lahiriah yang dituntut oleh konvensi, sedangkan naskah semi-formal yaitu suatu karya yang tidak memenuhi semua persyaratan lahirian yang dituntut konvensi. Dan naskah non-formal yaitu bila bentuk sebuah karya atau karangan tidak memenuhi persyaratan formalnya. Jadi kesimpulannya sub-sub bab yang terdapat pada naskah formal ada tang tidak dipakai atau tidak digunakan oleh naskah semi-formal dan non-formal.

Sumber:
Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://www.irmalt.com/2012/11/konvensi-naskah.html
http://dwitangeblogs.blogspot.com/2012/11/konvensi-naskah.html Selengkapnya ...

Topik, Tema, dan Judul

A. Topik

(Hayon,2007:51)Kata topik dan judul sering digunakan di jenjang sekolah sebelumnya. Dengan menyebut judul, seorang yang telah tamat SMU akan mengingat kata topik dan mungkin juga tema.

Topik diartikan dengan pokok pembicaraan atau pokok pembahasan. Kadangkala digunakan pokok bahasan, seperti pada gari-garis besar program pengajaran dari sebuah kurikulum. Kelompok kata pokok bahasan sudah dikenal sejak belajar di SD sampai SMU. Di perguruan tinggi pun dikenalkan lagi pokok bahasan untuk setiap tatap muka dalam perkuliahan dari setiap matakuliah.

Pokok pembicaraan atau pokok pembahasan sering merupakan suatu masalah sehingga topik juga disebut pokok permasalahan. Pokok permasalahan tadi lebih sering dikenal di dalam penulisan skripsi atau penulisan ilmiah. Pokok permasalahan biasanya masih bersifat umum atau luas sehingga harus dibatasi. Dalam penulisan skripsi suatu masalah harus dibatasi, jikalau masih umum, kemudian dirumuskan ayau dirincikan sampai mendapatkan masalah yang lebih khusus dan yang harus dapat diukur.

Sering dikatakan bahwa topik ada didalam dan sekitar kehidupan manusia. Benar pernyataan itu. Hanya saja masih terlalu luas. Manusia memiliki berbagai profesi. Masalah yang dialaminya tentu menuntut suatu prioritas penyelesaiannya.

A.1. Syarat-syarat topik yang baik

a. Topik harus menarik perhatian penulis.
Topik yang menarik perhatian akan memotivasi pengarang penulis secara terus-menerus mencari data-data untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.Penulis akan didorong agar dapat menyelesaikan tulisan itu sebaik-baiknya.Suatu topik sama sekali tidak disenangi penulis akan menimbulkan kesalahan.Bila terdapat hambatan ,penulis tidak akan berusaha denngan sekuat tenaga untuk mengumpulkan data dan fakta yang akan digunakan untuk memecahka masalah.
b. Diketahui oleh penulis.
Penulis hendaklah mengerti atau mengetahui meskipun baru prinsip-perinsip ilmiahnya.
c. Jangan terlalu baru,jangan terlalu teknis dan jangan terlalu kontroversial.
Bagi penulis pemula,topik yang baru kemungkinan belum ada referensinya dalam kepustakaan.Topik yang terlalu teknis kemungkinan dapat menjebak penulis bila tidak benar-benar menguasai bahan penulisannya.Topik yang kontroversial akan menimbulkan kesulitan untuk bertindak secara objektif.
d. Bermanfaat.
Topik yang dipilih hendaknya bermanfaat. Ditinjau dari segi akademis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun dari segi praktis.
e. Jangan terlau luas.
Penulis harus membatasi topik yang akan ditulis.Setipa penulis harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan berbatas untuk digarap sehingga tulisannya dapat terfokus.
f. Topik yang dipilih harus berada disekitar kita.
g. Topik yang dipilih harus yang menarik.
h. Topik yang dipilih ruang lingkup sempit dan terbatas.
i. Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif.
j. Topik yang dipilih harus kita ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya. topik yang di pilih jangan terlalu baru.
k. Topik yang dipilih memiliki sumber acuan.

A.2. Sumber-sumber mendapatkan topik

1. Narasumber
2. Bulletin
3. Majalah
4. Hasil perbincangan dengan masyarakat
5. Praktisi isu di surat kabar
6. Kumpulan judul dan abstrak penelitian


B. Tema

(Hayon,2007:52)Tema merupakan istilah lainnya yang acapkali ikut bersama dengan judul dan topik. Dalam sayembara menulis sebuah tema telah ditentukan oleh panitia, misalnya "disiplin nasional". Pada kesempatan lain ditemukan tema dengan rumusan dalam bentuk kalimat, misalnya "dengan disiplin nasional kita dapat mewujudkan masyarakat yang tertib." Muncul masalah, tema dibahasakan dengan kelompok kata atau kalimat? Apakah tema sama dengan judul dan topik?

Tema memang berdasarkan topik dan judul. Akan tetapi, ia tidak hanya berhenti pada topik atau permasalahan saja. Untuk dapat menjadi sebuah tema, orang harus merumuskan tujuan atau maksud pembahasan topik/masalah itu. Dengan merumuskan masalah dan kemudian merumuskan juga tujuan yang ingin dicapai, orang telah berhasil membuat sebuah tema. Jadi, tema sebenarnya rumusan masalah/topik dan tujuan yang ingin dicapai.

B.1. Syarat-syarat tema yang baik

a. Tema menarik perhatian penulis.
Tema yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha terus- menerus mencari data untuk memecahakan masalah-masalah yang dihadapi, penulis akan didorong terus-menerus agar dapat menyelesaikan karya tulis itu sebaik-baiknya.
b. Tema dikenal/diketahui dengan baik.
Maksudnya bahwa sekurang-kurangnya prinsip-prinsip ilmiah diketahui oleh penulis. Berdasarkan prinsip ilmiah yang diketahuinya, penulis akan berusaha sekuat tenaga mencari data melalui penelitian, observasi, wawancara, dan sebagainya sehingga pengetahuannya mengenai masalah itu bertambah dalam. Dalam keadaan demikian, disertai pengetahuan teknis ilmiah dan teori ilmiah yang dikuasainya sebagai latar belakang masalah tadi, maka ia sanggup menguraikan tema itu sebaik-baiknya.
c. Bahan-bahannya dapat diperoleh.
Sebuh tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di sekitar kita atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya.
d. Tema dibatasi ruang lingkupnya.
Tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya.

B.2. Sumber-sumber mendapatkan tema

Di dalam skripsi, tesis, dan disterasi tema selalu dinyatakan secara jelas dan tersurat. Tema biasanya dapat ditemukan pada Bab 1 dengan subbab tentang perumusan masalah dan tujuan penulisan.

C. Judul

Judul sama maknanya dengan nama. Ia memiliki makna tertentu. Dengan mengetahui nama, dapat diperkirakan apa yang dibicarakan. Dengan judul "Memahami dan Menulis Wacana" dapat diperkirakan pusat pembicaraan buku itu bagaimana menulis sebuah wacana. Judul lebih banyak diartikan dengan pokok pembicaraan atau pokok pembahasan.

Dalam dunia teoretis judul dibedakan dengan topik. Judul tidak bersinonim dengan topik. Akan tetapi dalam dunia pragmatis, lebih banyak ditemukan judul sama dengan topik.

C.1. Syarat-syarat Judul yang baik

a. Asli
Jangan menggunakan judul yang sudah pernah ada, bila terpaksa dapat dicarikan sinonimnya.
b. Relevan
Setelah menulis,baca ulang karangan anda, lalu carilah judul yang relevan dengan karangan anda ( harus mempunyai pertalian dengan temanya, atau ada pertalian dengan beberapa bagian penting dari tema tersebut).
c. Provokatif
Judul tidak boleh terlalu sederhana, sehingga(calon) pembaca sudah dapat menduga isi karangan anda, kalau(calon) pembaca sudah dapat menebak isinya tentu karangan anda sudah tidak menarik lagi.
d. Singkat
Judul tidak boleh bertele-tele, harus singkat dan langsung pada inti yang ingin dibicarakan sehingga maksud yang ingin disampaikan dapat tercermin lewat judul.
e. Harus bebentuk frasa
f. Awal kata harus huruf kapital kecuali preposisi dan konjungsi,
g. Tanpa tanda baca di akhir judul karangan,
h. Menarik perhatian,
i. Logis,
j. Sesuai dengan isi.

C.2. Sumber-sumber mendapatkan Judul

Sebuah judul harus menunjukan kesesuaiannya dengan pokok pembicaraannya, menarik sehingga membuat orang ingin membaca buku itu, dan singkat. Judul yang baik harus sesuai dengan topik. Jika topiknya sama dengan topik yang pernah ditulis oleh orang lain, maka judul itu biasanya ditambahkan dengan judul tambahan.

Sumber:
Hayon, Josep. 2007. Membaca dan Menulis Wacana. Jakarta.:Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://gustiayumade.wordpress.com/2010/10/16/syarat-topik-judul-dan-tema/
http://okkiprasetio.blogspot.com/2010/11/tema-topik-judul.html Selengkapnya ...

Paragraf/Alinea

A. Paragraf (Wiyanto, 2004:32) Paragraf adalah rangkaian kalimat yang secara bersama-sama menjelaskan suatu unit gagasan penulis. Kalimat-kalimat itu tidak lepas terpisah satu dengan yang lain, tetapi saling berhubungan dan tarik-menarik. Istilah yang tepat untuk mengungkapkan makna "tarik-menarik" ini adalah kohesi. Kohesi sebenarnya istilah dalam IPA. Artinya, tarik-menarik antarmolekul yang sejenis. Misalnya, tarik-menarik molekul air dengan molekul air dengan molekul air sehingga air tampak menyatu. Kohesi dalam paragraf adalah tarik-menarik antarkalimat dalam paragraf sehingga kalimat-kalimat itu tidak saling bertentangan, tetapi tampak menyatu dan bersama-sama mendukung pokok pikiran paragraf. Paragraf yang demikian dapat disebut sebagai paragraf yang padu (kohesif). Antar kalimat satu dengan kalimat lain yang membentuk sebuah paragraf harus berhubungan secara baik, terjalin erat, dan kompak. Kekompakan hubungan itu menyebabkan pembaca mudah mengetahui hubungan antar kalimat lain. Paragraf yang demikian dinamakan paragraf yang serasi (koheren). Kepaduan dan keserasian paragraf dapat terwujud bila terdapat kohesi antarkalimat. Untuk mewujudkan kohesi antarkalimat, keberadaan penanda kohesi sangat diperlukan. Penanda kohesi ibarat lem perekat atau magnet yang menyebabkan kalimat-kalimat dalam paragraf itu saling berhubungan dan bahkan saling menarik satu dengan yang lain. B. Syarat-syarat Paragraf B.1. Koherensi Kepaduan (Koherensi). Syarat kedua yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah bahwa paragraf tersebut harus mengandung koherensi atau kepaduan yang baik. Kepaduan bergantung dari penyusunan detil-detil dan gagasan-gagasan sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah hubungan antar bagian-bagian tersebut. 1. Kata Transisi (kata sambung) Kata penghubung ialah kata yang menghubungkan kata dengan kata dalam sebuah kalimat atau menghubungkan kalimat dengan kalimat dalam sebuah paragraf. a. Kata sambung intra kalimat Kata penghubung intrakalimat yaitu kata yang menghubungkan kata dengan kata dalam sebuah kalimat. Contoh: Semua usaha sudah ia lakukan, tetapi hasil yang ia dapat belum memuaskan. b. Kata sambung korelatif Kata penghubung korelatif yaitu kata penghubung yang menghubungkan dua kata, frase, atau klausa, yang mengandung kedudukan sama. Contoh: Pak Amin bukan seorang petani, melainkan pemilik lahan. c. Kata Penghubung Antarkalimat Kata penghubung antarkalimat adalah kata yang menjadi penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dalam satu paragraf. Dengan adanya kata penghubung ini, kalimat menjadi lebih padu. Contoh: Tidak ada pendekatan paling pas untuk mengarahkan remaja. Akan tetapi, pendekatan hati yang dilakukan orang tua bisa mencapai hasil paling baik. 2. Kata Ganti (Pronomina) Kata sambung (konjungsi) adalah kata yang digunakan untuk menyambung atau menghubungkan kata dengan kata, kalimat dengan kalimat, paragraf dengan paragraf, ide-ide dengan ide-ide, dan sejenisnya. Ragam kata sambung : a. Kata sambung asal, misalnya : dan, maka, sedang, hingga, meski, lalu, bila, sambil, atau, serta, karema, jika, dll. b. Kata sambung jadian / bentukan: - kata ulang, misalnya : jangan-jangan, seakan-akan, kalau-kalau, dll. - kata sambung majemuk, misalnya : apabila, lagi pula, karena itu, andaikata, sebab itu, dll. - kata sambung berimbuhan, misalnya : sebelum, selama, sehingga, seandainya, sekiranya, melainkan, semenjak, andaikan, bagaikan, asalkan, sedangkan, jangankan, walaupun, meskipun, kendatipun, bermula, sebermula, dll. Makna kata sambung : a. Sebagai pengantar (kalimat), misalnya : alkisah, syahdan, arkian, maka, sebermula, bahwasanya, hatta, adapun, dll. b. Sebagai himpunan / kumpulan, misalnya : dan, lagi, dengan, lagi pula, tambahan lagi, dll. c. Yang menyatakan pertentangan, misalnya : tetapi, hanya, sedangkan, biar, meski, meskipun, sekalipun, walaupun, sungguhpun, melainkan, dll. d. Yang menyatakan sebab, misalnya : sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena, dll. e. Yang menyatakan akibat, misalnya : sampai, sehingga, sebab itu, karena itu, sampai-sampai, dll. f. Yang menyatakan waktu, misalnya : bila, waktu, ketika, mula-mula, apabila, bilamana, sebelum, selama, setelah, tatkala, semenjak, sesudah, setelah, dll. g. Yang menyatakan tempat, misalnya : sampai, hingga. h. Yang menyatakan maksud, misalnya : supaya, agar, agar supaya. i. Yang menyatakan syarat, misalnya : asal, asalkan, jika, andaikata, kalau, seandainya, dll. j. Yang menyatakan perwatasan, misalnya : kecuali. k. Yang menyatakan keadaan/perihal, misalnya : sambil, seraya. l. Yang menyatakan perbandingan, misalnya : seperti, bagaikan, sebagai, seakan-akan, dll. m. Yang menyatakan modalitas, misalnya : jangan-jangan, kalau-kalau. 3. Kata Ulang (Repetisi) Kata ulang adalah kata yang telah mengalami proses reduplikasi. Untuk membedakannya dengan bentuk ulang yang bukan kata ulang adalah bahwa kata ulang sebagai ciri utamanya adalah pasti memiliki kata dasar. Contoh kata ulang: duduk-duduk membaca-baca tarik-menarik bolak-balik orang-orangan simpang-siur Contoh yang bukan kata ulang: compang-camping pura-pura hati-hati mondar-mandir alih-alih Pada kata ulang terdapat kata dasar: duduk, membaca, menarik, balik, orang, simpang. Sebaliknya, yang bukan kata ulang: compang, hati, pura, mondar, alih tidak dapat berfungsi sebagai kata dasar Macam kata ulang dibedakan menjadi: 1. Kata ulang utuh Kata ulang utuh adalah kata ulang yang antara kata dasar dan bentuk perulangannya adalah sama, misalnya: orang-orang, duduk-duduk 2. Kata ulang sebagian Kata ulang sebagian adalah kata ulang yang bentuk perulangannya hanya sebagian dari kata dasar, termasuk hanya sebagian bunyi vokal atau konsonan saja. Misalnya: berjalan-jalan, bolak-balik, sayur-mayur 3. Kata ulang berimbuhan Misalnya: anak-anakan, gunung-gunungan 4. Kata ulang berubah bunyi Misalnya: sayur-mayur, buah-buahan 5. Nosi kata ulang Nosi kata ulang dapat menyatakan makna: jamak, misalnya meja-meja, kursi-kursi bermacam-macam, misalnya: buah-buahan, sayur-mayur pekerjaan dilakukan berulang-ulang, misalnya: bolak-balik, simpang-siur tiruan, misalnya: anak-anakan, gunung-gunungan agak, misalnya: kemerah-merahan walaupun, misalnya: pahit-pahit diminumnya jamu itu perihal, misalnya: tulis-menulis, surat menyurat saling/resiprokal, misalnya: tolong menolong, bersalam-salaman seperti, misalnya: keanak-anakan, keibu-ibuan B.2. Kesatuan Yang dimaksud dengan kesatuan (unity) adalah bahwa paragraf tersebut harus memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu. Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa saja hanya memuat satu hal saja. Sebuah alinea yang mempunyai kesatuan bisa saja mengandung beberapa hal atau beberapa perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama digerakkan untuk menunjang maksud tunggal. Maksud tungggal itulah yang ingin disampaikan penulis dalam alinea itu (Keraf, 1980:67). Jadi kesatuan atau unity di sini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya, melainkan berarti kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut menyatu untuk mendukung pikiran utama sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Contoh paragraf yang memenuhi persyaratan kesatuan. ” Masalah mahasiswa di Indonesia umum sekali. Mereka kebanyakan sulit untuk sepenuhnya memusatkan perhatian pada studi mereka. Kebanyakan dari mereka adalah pemuda-pemuda dari keluarga biasa yang kurang mampu. Para mahasiswa itu pun mencari pekerjaan. Oleh karena itu selama belajar mereka kadang-kadang terganggu oleh keadaan ekonomi. ” Apabila paragraf di atas kita analisis, akan kita temukan. Pikiran utama : masalah umum dalam dunia mahasiswa Pikiran penjelas : sulit memusatkan perhatian berasal dari keluarga biasa terganggu oleh ekonomi Unsur-unsur penunjang pada paragraf di atas benar-benar mendukung gagasan utama. Dengan perkataan lain, unsur-unsur penunjang paragraf tersebut membentuk eksatuan ide (unity). C. Unsur-unsur Alinea 1. Kalimat pokok atau pikiran utama yang menjadi dasar pengembangan sebuah paragraf. Gagasan atau pikiran utama itu dapat dikembangkan ke dalam kalimat. Kalimat yang mengandung pikiran utama disebut kalimat pokok. Keberadaan kalimat pokok itu bisa di awal paragraf, di akhir paragraf maupun diawal dan diakhir paragraf. Ciri-ciri kalimat pokok: Mengandung permasalahan yang potensial untuk diuraikan lebih lanjut Mengandung kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri Mempunyai arti yang jelas tanpa dihubungkan dengan kalimat lain Dapat dibentuk tanpa kata sambung atau transisi 2. Kalimat penjelas gagasan yang fungsinya menjelaskan gagasan utama. Gasasan penjelas biasanya dinyatakan ke dalam beberapa kalimat. Kalimat yang mengandung gagasan penjelas disebut kalimat penjelas. Ciri-ciri kalimat penjelas: Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri Arti kalimatnya baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain dalam satu alinea Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau frasa penghubung atau kalimat transisi Isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data lain yang bersifat mendukung kalimat topik D. Tujuan Alinea 1. Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema dari tema yang lain. Oleh sebab itu alinea hanya boleh mengan dung suatu tema, bila terdapat dua tema, maka dipecahkan menjadi dua alinea. 2. Memisahkan dan menegaskan perkataan secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama daripada perhatian pada akhir kalimat. Dengan perhentian yang lrbih lama ini, konsentrasi terhadap tema alinea lebih terarah. E. Macam Alinea E.1. Berdasarkan kalimat utama 1. Paragraf deduktif Paragraf deduktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal paragraf dan dimulai dengan pernyataan umum yang disusun dengan uraian atau penjelasan khusus. Contoh : Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya, sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya untuk membuka usaha baru. 2. Paragraf induktif Paragraf induktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di akhir paragraf dan diawali dengan uraian atau penjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan umum. Contoh : Semua orang menyadari bahwa bahasa merupakan sarana pengembangan budaya. Tanpa bahasa, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Komunikasi tidak lancer. Informasi tersendat-sendat. Memang bahasa merupakan alat komunikasi yang penting, efektif dan efisien. 3. Paragraf campuran Paragraf campuran ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal dan akhir paragraf. Kalimat utama yang terletak diakhir merupakan kalimat yang bersifat penegasan kembali. Contoh : Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bias maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi. E.2. Berdasarkan isi/tujuan 1. Paragraf deskripsi Paragraf deskripsi ditandai dengan kalimat utama yang tidak tercantum secara nyata dan tema paragraf tersirat dalam keseluruhan paragraf. Biasanya dipakai untuk melakukan sesuatu, hal, keadaan, situasi dalam cerita. Contoh : Dari balik tirai hujan sore hari, pohon-pohon kelapa di seberang lembah itu seperti perawan mandi basah, segar penuh gairah dan daya hidup. Pelepah-pelepah yang kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung. Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh hembusan angin seperti tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona. 2. Paragraf proses Paragraf proses ditandai dengan tidak terdapatnya kalimat utama dan pikiran utamanya tersirat dalam kalimat-kalimat penjelas yang memaparkan urutan suatu kejadian atau proses, meliputi waktu, ruang, klimaks dan antiklimaks. 3. Paragraf efektif Paragraf efektif adalah paragraf yang memenuhi ciri paragraf yang baik. Paragrafnya terdiri atas satu pikiran utama dan lebuh dari satu pikiran penjelas. Tidak boleh ada kalimat sumbang, harus ada koherensi antar kalimat. Sumber: Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. http://zahraa02.blogspot.com/ http://bahasaindonesiayh.blogspot.com/2012/05/kata-penghubung.html http://wacana-bahasa.blogspot.com/2009/03/kata-sambung.html http://leonheart94.blogspot.com/2012/01/kata-ulang.html http://endriputro.wordpress.com/2010/10/24/alinea-paragraf/ http://tithagalz.wordpress.com/2010/10/24/paragrafalinea/ http://www.frenfa.com/blogs/3380/1770/ciri-ciri-kalimat-utama-dan-kali http://gustiayumade.wordpress.com/2010/10/16/alinea-paragraf/ http://uzi-online.blogspot.com/2011/10/paragraf-alinea.html Selengkapnya ...

Paragraf

A. Paragraf

(Wiyanto, 2004:32) Paragraf adalah rangkaian kalimat yang secara bersama-sama menjelaskan suatu unit gagasan penulis. Kalimat-kalimat itu tidak lepas terpisah satu dengan yang lain, tetapi saling berhubungan dan tarik-menarik. Istilah yang tepat untuk mengungkapkan makna "tarik-menarik" ini adalah kohesi.

Kohesi sebenarnya istilah dalam IPA. Artinya, tarik-menarik antarmolekul yang sejenis. Misalnya, tarik-menarik molekul air dengan molekul air dengan molekul air sehingga air tampak menyatu. Kohesi dalam paragraf adalah tarik-menarik antarkalimat dalam paragraf sehingga kalimat-kalimat itu tidak saling bertentangan, tetapi tampak menyatu dan bersama-sama mendukung pokok pikiran paragraf. Paragraf yang demikian dapat disebut sebagai paragraf yang padu (kohesif).

Antar kalimat satu dengan kalimat lain yang membentuk sebuah paragraf harus berhubungan secara baik, terjalin erat, dan kompak. Kekompakan hubungan itu menyebabkan pembaca mudah mengetahui hubungan antar kalimat lain. Paragraf yang demikian dinamakan paragraf yang serasi (koheren).

Kepaduan dan keserasian paragraf dapat terwujud bila terdapat kohesi antarkalimat. Untuk mewujudkan kohesi antarkalimat, keberadaan penanda kohesi sangat diperlukan. Penanda kohesi ibarat lem perekat atau magnet yang menyebabkan kalimat-kalimat dalam paragraf itu saling berhubungan dan bahkan saling menarik satu dengan yang lain.

B. Syarat-syarat Paragraf

B.1. Koherensi

Kepaduan (Koherensi). Syarat kedua yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah bahwa paragraf tersebut harus mengandung koherensi atau kepaduan yang baik. Kepaduan bergantung dari penyusunan detil-detil dan gagasan-gagasan sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah hubungan antar bagian-bagian tersebut.

1. Kata Transisi (kata sambung)

Kata penghubung ialah kata yang menghubungkan kata dengan kata dalam sebuah kalimat atau menghubungkan kalimat dengan kalimat dalam sebuah paragraf.

a. Kata sambung intra kalimat
Kata penghubung intrakalimat yaitu kata yang menghubungkan kata dengan kata dalam sebuah kalimat.
Contoh:
Semua usaha sudah ia lakukan, tetapi hasil yang ia dapat belum memuaskan.

b. Kata sambung korelatif
Kata penghubung korelatif yaitu kata penghubung yang menghubungkan dua kata, frase, atau klausa, yang mengandung kedudukan sama.
Contoh: 
Pak Amin bukan seorang petani, melainkan pemilik lahan.

c. Kata Penghubung Antarkalimat
Kata penghubung antarkalimat adalah kata yang menjadi penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dalam satu paragraf. Dengan adanya kata penghubung ini, kalimat menjadi lebih padu.
Contoh:
Tidak ada pendekatan paling pas untuk mengarahkan remaja. Akan tetapi, pendekatan hati yang dilakukan orang tua bisa mencapai hasil paling baik.

2. Kata Ganti (Pronomina)

Kata sambung (konjungsi) adalah kata yang digunakan untuk menyambung atau menghubungkan kata dengan kata, kalimat dengan kalimat, paragraf dengan paragraf, ide-ide dengan ide-ide, dan sejenisnya.

Ragam kata sambung :

a. Kata sambung asal, misalnya : dan, maka, sedang, hingga, meski, lalu, bila, sambil, atau, serta, karema, jika, dll.
b. Kata sambung jadian / bentukan:
- kata ulang, misalnya : jangan-jangan, seakan-akan, kalau-kalau, dll.
- kata sambung majemuk, misalnya : apabila, lagi pula, karena itu, andaikata, sebab itu, dll.
- kata sambung berimbuhan, misalnya : sebelum, selama, sehingga, seandainya, sekiranya, melainkan, semenjak, andaikan, bagaikan, asalkan, sedangkan, jangankan, walaupun, meskipun, kendatipun, bermula, sebermula, dll.

Makna kata sambung :

a. Sebagai pengantar (kalimat), misalnya : alkisah, syahdan, arkian, maka, sebermula, bahwasanya, hatta, adapun, dll.
b. Sebagai himpunan / kumpulan, misalnya : dan, lagi, dengan, lagi pula, tambahan lagi, dll.
c. Yang menyatakan pertentangan, misalnya : tetapi, hanya, sedangkan, biar, meski, meskipun, sekalipun, walaupun, sungguhpun, melainkan, dll.
d. Yang menyatakan sebab, misalnya : sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena, dll.
e. Yang menyatakan akibat, misalnya : sampai, sehingga, sebab itu, karena itu, sampai-sampai, dll.
f. Yang menyatakan waktu, misalnya : bila, waktu, ketika, mula-mula, apabila, bilamana, sebelum, selama, setelah, tatkala, semenjak, sesudah, setelah, dll.
g. Yang menyatakan tempat, misalnya : sampai, hingga.
h. Yang menyatakan maksud, misalnya : supaya, agar, agar supaya.
i. Yang menyatakan syarat, misalnya : asal, asalkan, jika, andaikata, kalau, seandainya, dll.
j. Yang menyatakan perwatasan, misalnya : kecuali.
k. Yang menyatakan keadaan/perihal, misalnya : sambil, seraya.
l. Yang menyatakan perbandingan, misalnya : seperti, bagaikan, sebagai, seakan-akan, dll.
m. Yang menyatakan modalitas, misalnya : jangan-jangan, kalau-kalau.

3. Kata Ulang (Repetisi)


Kata ulang adalah kata yang telah mengalami proses reduplikasi. Untuk membedakannya dengan bentuk ulang yang bukan kata ulang adalah bahwa kata ulang sebagai ciri utamanya adalah pasti memiliki kata dasar.

Contoh kata ulang:

  • duduk-duduk
  • membaca-baca
  • tarik-menarik
  • bolak-balik
  • orang-orangan
  • simpang-siur

Contoh yang bukan kata ulang:

  • compang-camping
  • pura-pura
  • hati-hati
  • mondar-mandir
  • alih-alih

Pada kata ulang terdapat kata dasar: duduk, membaca, menarik, balik, orang, simpang. Sebaliknya, yang bukan kata ulang: compang, hati, pura, mondar, alih tidak dapat berfungsi sebagai kata dasar

Macam kata ulang dibedakan menjadi:
1.  Kata ulang utuh
Kata ulang utuh adalah kata ulang yang antara kata dasar dan bentuk perulangannya adalah sama, misalnya: orang-orang, duduk-duduk
2.  Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian adalah kata ulang yang bentuk perulangannya hanya sebagian dari kata dasar, termasuk hanya sebagian bunyi vokal atau konsonan saja. Misalnya: berjalan-jalan, bolak-balik, sayur-mayur
3.  Kata ulang berimbuhan
Misalnya: anak-anakan, gunung-gunungan
4.  Kata ulang berubah bunyi
Misalnya: sayur-mayur, buah-buahan
5.  Nosi kata ulang
Nosi kata ulang dapat menyatakan makna:

  • jamak, misalnya meja-meja, kursi-kursi
  • bermacam-macam, misalnya: buah-buahan, sayur-mayur
  • pekerjaan dilakukan berulang-ulang, misalnya: bolak-balik, simpang-siur
  • tiruan, misalnya: anak-anakan, gunung-gunungan
  • agak, misalnya: kemerah-merahan
  • walaupun, misalnya: pahit-pahit diminumnya jamu itu
  • perihal, misalnya: tulis-menulis, surat menyurat
  • saling/resiprokal, misalnya: tolong menolong, bersalam-salaman
  • seperti, misalnya: keanak-anakan, keibu-ibuan
B.2. Kesatuan


Yang dimaksud dengan kesatuan (unity) adalah bahwa paragraf tersebut harus memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu. Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa saja hanya memuat satu hal saja. Sebuah alinea yang mempunyai kesatuan bisa saja mengandung beberapa hal atau beberapa perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama digerakkan untuk menunjang maksud tunggal. Maksud tungggal itulah yang ingin disampaikan penulis dalam alinea itu (Keraf, 1980:67).

Jadi kesatuan atau unity di sini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya, melainkan berarti kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut menyatu untuk mendukung pikiran utama sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Contoh paragraf yang memenuhi persyaratan kesatuan.

” Masalah mahasiswa di Indonesia umum sekali. Mereka kebanyakan sulit untuk sepenuhnya memusatkan perhatian pada studi mereka. Kebanyakan dari mereka adalah pemuda-pemuda dari keluarga biasa yang kurang mampu. Para mahasiswa itu pun mencari pekerjaan. Oleh karena itu selama belajar mereka kadang-kadang terganggu oleh keadaan ekonomi. ”

Apabila paragraf di atas kita analisis, akan kita temukan.
Pikiran utama     : masalah umum dalam dunia mahasiswa
Pikiran penjelas : sulit memusatkan perhatian
berasal dari keluarga biasa
terganggu oleh ekonomi

Unsur-unsur penunjang pada paragraf di atas benar-benar mendukung gagasan utama. Dengan perkataan lain, unsur-unsur penunjang paragraf tersebut membentuk eksatuan ide (unity).


C. Unsur-unsur Alinea 

1.  Kalimat pokok atau pikiran utama yang menjadi dasar pengembangan sebuah paragraf. Gagasan atau pikiran utama itu dapat dikembangkan ke dalam kalimat. Kalimat yang mengandung pikiran utama disebut kalimat pokok. Keberadaan kalimat pokok itu bisa di awal paragraf, di akhir paragraf maupun diawal dan diakhir paragraf.
Ciri-ciri kalimat pokok:
  • Mengandung permasalahan yang potensial untuk diuraikan lebih lanjut
  • Mengandung kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri
  • Mempunyai arti yang jelas tanpa dihubungkan dengan kalimat lain
  • Dapat dibentuk tanpa kata sambung atau transisi
2.  Kalimat penjelas gagasan yang fungsinya menjelaskan gagasan utama. Gasasan penjelas biasanya dinyatakan ke dalam beberapa kalimat. Kalimat yang mengandung gagasan penjelas disebut kalimat penjelas.
Ciri-ciri kalimat penjelas:
  • Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri
  • Arti kalimatnya baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain dalam satu alinea
  • Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau frasa penghubung atau kalimat transisi
  • Isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data lain yang bersifat mendukung kalimat topik
D. Tujuan Alinea


1. Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema dari tema yang lain. Oleh sebab itu alinea hanya boleh mengan dung suatu tema, bila terdapat dua tema, maka dipecahkan menjadi dua alinea.
2. Memisahkan dan menegaskan perkataan secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama daripada perhatian pada akhir kalimat. Dengan perhentian yang lrbih lama ini, konsentrasi terhadap tema alinea lebih terarah.


E. Macam Alinea

E.1. Berdasarkan kalimat utama


1. Paragraf deduktif
Paragraf deduktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal paragraf dan dimulai dengan pernyataan umum yang disusun dengan uraian atau penjelasan khusus.
Contoh :
Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya, sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya untuk membuka usaha baru.

2. Paragraf induktif
Paragraf induktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di akhir paragraf dan diawali dengan uraian atau penjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan umum.
Contoh :
Semua orang menyadari bahwa bahasa merupakan sarana pengembangan budaya. Tanpa bahasa, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Komunikasi tidak lancer. Informasi tersendat-sendat. Memang bahasa merupakan alat komunikasi yang penting, efektif dan efisien.

3. Paragraf campuran
Paragraf campuran ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal dan akhir paragraf. Kalimat utama yang terletak diakhir merupakan kalimat yang bersifat penegasan kembali.
Contoh :
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bias maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.

E.2. Berdasarkan isi/tujuan

1. Paragraf deskripsi
Paragraf deskripsi ditandai dengan kalimat utama yang tidak tercantum secara nyata dan tema paragraf tersirat dalam keseluruhan paragraf. Biasanya dipakai untuk melakukan sesuatu, hal, keadaan, situasi dalam cerita.
Contoh :
Dari balik tirai hujan sore hari, pohon-pohon kelapa di seberang lembah itu seperti perawan mandi basah, segar penuh gairah dan daya hidup. Pelepah-pelepah yang kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung. Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh hembusan angin seperti tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona.

2. Paragraf proses
Paragraf proses ditandai dengan tidak terdapatnya kalimat utama dan pikiran utamanya tersirat dalam kalimat-kalimat penjelas yang memaparkan urutan suatu kejadian atau proses, meliputi waktu, ruang, klimaks dan antiklimaks.

3. Paragraf efektif
Paragraf efektif adalah paragraf yang memenuhi ciri paragraf yang baik. Paragrafnya terdiri atas satu pikiran utama dan lebuh dari satu pikiran penjelas. Tidak boleh ada kalimat sumbang, harus ada koherensi antar kalimat.

Sumber:
Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://zahraa02.blogspot.com/
http://bahasaindonesiayh.blogspot.com/2012/05/kata-penghubung.html
http://wacana-bahasa.blogspot.com/2009/03/kata-sambung.html
http://leonheart94.blogspot.com/2012/01/kata-ulang.html
http://endriputro.wordpress.com/2010/10/24/alinea-paragraf/
http://tithagalz.wordpress.com/2010/10/24/paragrafalinea/
http://www.frenfa.com/blogs/3380/1770/ciri-ciri-kalimat-utama-dan-kali
http://gustiayumade.wordpress.com/2010/10/16/alinea-paragraf/
http://uzi-online.blogspot.com/2011/10/paragraf-alinea.html
Selengkapnya ...

Kalimat Efektif

A. Kalimat Efektif

(Wiyanto, 2004:48) Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan (informasi) secara singkat, lengkap, dan mudah diterima oleh pendengar. Yang dimaksud singkat adalah hemat dala penggunaan kata-kata. Hanya kata-kata yang diperlukan yang digunakan. Sebaliknya, Kata-kata yang mubadzir tidak perlu digunakan.Penggunaan kata-kata mubadzir berarti pemborosan. Hal itu tentu bertentangan dengan prinsip kalimat efektif yang hemat.
Meskipun hemat dalam penggunaan kata, Kalimat efektif tetap harus lengkap, Artinya kalimat itu harus disampaikan. Sedemikian lengkapnya sehingga kalimat efektif mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menghasilkan akibat. Selanjutnya, kalimat efektif harus dapat dipahami pendengar dengan cara yanng mudah dan menarik. Selain itu, kalimat efektif harus mematuhi kaidah struktur bahasa dan mencerminkan cara berpikir yang masuk akal (logis).

B. Syarat-syarat kalimat efektif

1. Koherensi

Yaitu hubungan timbal-balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kata itu. Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri bagaimana mengurutkan gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat yang memiliki hubungan yang lebih erat sehingga tidak boleh dipisahkan, ada yang lebih renggang kedudukannya sehingga boleh ditempatkan dimana saja, asal jangan disisipkan antara kata-kata atau kelompok-kelompok kata yang rapat hubungannya.

2. Kesatuan 


 Syarat kalimat efektif haruslah mempunyai struktur yang baik. Artinya, kalimat itu harus memiliki unsure-unsur subyek dan predikat, atau bisa ditambah dengan obyek, keterangan, dan unsure-unsur subyek, predikat, obyek, keterangan, dan pelengkap, melahirkan keterpautan arti yang merupakan cirri keutuhan kalimat.

Contoh: Ibu menata ruang tamu tadi pagi.
S P Pel K

Dari contoh tersebut, kalimat ini jelas maknanya, hubungan antar unsur menjadi jelas sehingga ada kesatuan bentuk yang membentuk kepaduan makna. Jadi, harus ada keseimbangan antara pikiran atau gagasan dengan struktur bahasa yang digunakan.


3. Kehematan

Kehematan yang dimaksud berupa kehematan dalam pemakaian kata, frase atau bentuk lainnya yang dianggap tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Tidak berarti bahwa kata yang menambah kejelasan kalimat boleh dihilangkan. Berikut unsur-unsur penghematan yang harus diperhatikan:

Frase pada awal kalimat

Contoh :
Sulit untuk menentukan diagnosa jika keluhan hanya berupa sakit perut, menurut para ahli bedah.

Pengurangan subyek kalimat

Contoh:
– Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui mempelai memasuki ruangan. (salah)

4. Paralelisme

Paralelisme atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.

Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)


5. Penekanan

Gagasan pokok atau misi yang ingin ditekankan oleh pembicara biasanya dilakukan dengan memperlambat ucapan, melirihkan suara, dan sebagainya pada bagian kalimat tadi. Dalam penulisan ada berbagai cara untuk memberikan penekanan yaitu : 


Posisi dalam kalimat

Untuk memberikan penekanan dalam kalimat, biasanya dengan menempatkan bagian itu di depan kalimat. Pengutamaan bagian kalimat selain dapat mengubah urutan kata juga dapat mengubah bentuk kata dalam kalimat.

Contoh :
– Salah satu indikator yang menunjukkan tak efesiennya Pertamina, menurut pendapat Prof. Dr. Herman Yohanes adalah rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai Pertamina dengan produksi minyak.

- Rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai Pertamina dengan produksi minyak adalah salah satu indikator yagn menunjukkan tidak efisiennya Pertamina. Demikian pendapat Prof. Dr. Herman Yohanes.

Urutan yang logis

Sebuah kalimat biasanya memberikan sebuah kejadian atau peristiwa. Kejadian yang berurutan hendaknya diperhatikan agar urutannya tergambar dengan logis. Urutan yang logis dapat disusun secara kronologis, dengan penataan urutan yang makin lama makin penting atau dengan menggambarkan suatu proses.

Contoh :
– Kehidupan anak muda itu sulit dan tragis. 


 6. Kevariasian

Untuk menghindari kebosanan dan keletihan saat membaca, diperlukan variasi dalam teks. Ada kalimat yang dimulai dengan subyek, predikat atau keterangan. Ada kalimat yang pendek dan panjang.

a). Cara memulai

Subyek pada awal kalimat.

Contoh:
– Bahan biologis menghasilkan medan magnetis dengan tiga cara.

Predikat pada awal kalimat (kalimat inversi sama dengan susun balik)

Contoh:
– Turun perlahan-lahan kami dari kapal yang besar itu.

Kata modal pada awal kalimat

Dengan adanya kata modal, maka kalimat-kalimat akan berubah nadanya, yang tegas menjadi ragu tau sebaliknya dan yagn keras menjadi lembut atau sebaliknya.
Untuk menyatakan kepastian digunakan kata: pasti, pernah, tentu, sering, jarang, kerapkali, dan sebagainya.
Untuk menyatakan ketidakpastian digunakan : mungkin, barangkali, kira-kira, rasanya, tampaknya, dan sebagainya.
Untuk menyatakan kesungguhan digunakan: sebenarnya, sesungguhnya, sebetulnya, benar, dan sebagainya.

Contoh:
– Sering mereka belajar bersama-sama.

b). Panjang-pendek kalimat.

Tidak selalu kalimat pendek mencerminkan kalimat yang baik atau efektif, kalimat panjang tidak selalu rumit. Akan sangat tidak menyenangkan bila membaca karangan yang terdiri dari kalimat yang seluruhnya pendek-pendek atau panjang-panjang. Dengan menggabung beberapa kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk setara terasa hubungan antara kalimat menjadi lebih jelas, lebih mudah dipahami sehingga keseluruhan paragraf merupakan kesatuan yang utuh.

c). Jenis kalimat.

Biasanya dalam menulis, orang cenderung menyatakannya dalam wujud kalimat berita. Hal ini wajar karena dalam kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu tentang sesuatu. Dengan demikian, semua yang bersifat memberi informasi dinyatakan dengan kalimat berita. Tapi, hal ini tidak berarti bahwa dalam rangka memberi informasi, kalimat tanya atau kalimat perintah tidak dipergunakan, justru variasi dari ketiganya akan memberikan penyegaran dalam karangan.

d). Kalimat aktif dan pasif.

Selain pola inversi, panjang-pendek kalimat, kalimat majemuk dan setara, maka pada kalimat aktif dan pasif dapat membuat tulisan menjadi bervariasi.

e). Kalimat langsung dan tidak langsung.

Biasanya yang dinyatakan dalam kalimat langsung ini adalah ucapan-ucapan yang bersifat ekspresif. Tujuannya tentu saja untuk menghidupkan paragraf. Kalimat langsung dapat diambil dari hasil wawancara, ceramah, pidato, atau mengutip pendapat seseorang dari buku.

7. Logis/Nalar


Suatu kalimat dikatakan logis apabila informasi dalam kalimat tersebut dapat diterima oleh akal atau nalar. Logis atau tidaknya kalimat dilihat dari segi maknanya, bukan strukturnya. Kelogisan kalimat tampak pada gagasan dan pendukungnya yang dipaparkan dalam kalimat. Suatu kalimat dikatakan logis apabila gagasan yang disampaikan masuk akal, hubungan antar gagasan dalam kalimat masuk akal, dan hubungan gagasan pokok serta gagasan penjelas juga masuk akal.

Contoh kalimat salah nalar:

a. Waktu dan tempat dipersilahkan. (siapa yang dipersilahkan)
b. Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)


Sumber:
Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://gustiayumade.wordpress.com/2010/10/14/syarat-kalimat-efektif/

http://ueu6296.blog.esaunggul.ac.id/2012/08/08/teori-kalimat-efektif/ Selengkapnya ...

Kalimat

A. Kalimat

(Rahayu, 2007:78) Kalimat ialah satuan bahasa yang terkecil, dalam wujud lisan atau tulis yang memiliki sekurang-kurangnya subjek (s) dan predikat(p), jika tidak mempunyai S dan P, penyataan itu bukanlah kalimat, melainkan frase. Kalimat bagi seorang pembaca ialah kesatuan kata yang mengandung makna/pikiran, sedangkan bagi seorang penulis, kalimat ialah satu kesatuan pikiran/makna yang di ungkapkan dalam kesatuan kata. kalimat merupakan unsur penting untuk mengungkapkan fakta, pikiran, sikap, dan perasaan. Hal ini harus di ungkapkan dalam kalimat efektif, yaitu kalimat yang menimbulkan daya khayal pada pembaca, minimal mendekati apa yang dipikirkan penulis. Kalimat efektif ialah kalimat yang bukan hanya memenuhi syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya khayal pada diri pembacanya.

B. Unsur-unsur kalimat

1. Subjek

Disebut juga pokok kalimat. Merupakan unsur inti dari kalimat. Biasanya berupa kata benda atau kata lain yang dibendakan. Untuk mencari subjek dalam kalimat dapat diajukan pertanyaan dengan kata tanya “siapa” dan “apa”.

Contoh :
Dita menanam tomat.
Semua Mahasiswa Gunadarma sedang menjalani ujian.

2. Predikat

Merupakan unsur inti pada kalimat yang berfungsi untuk menerangkan subjek. Biasanya berupa kata kerja atau kata sifat. Untuk mencari predikat dalam kalimat dapat diajukan pertanyaan dengan kata tanya “mengapa” dan “bagaimana”.

Contoh :
Ani pergi sekolah dengan berjalan kaki.
Doni bermain laptop.

3. Objek

Merupakan keterangan predikat yang erat hubungannya dengan predikat. Biasanya terletak di belakang predikat. Dalam kalimat pasif, objek menduduki fungsi subjek. Terdiri dari dua macam yaitu objek penderita dan objek penyerta. Objek penderita adalah kata benda atau yang dibendakan baik berupa kata atau kolompok kata yang merupakan sasaran langsung dari perbuatan atau tindakan yang dinyatakan oleh subjek.

Makna objek penderita :

Penderita
Contoh: Pak Ali membajak sawah.
Penerima
Contoh: Ibu menjahit baju adik.
Tempat
Contoh: Wisatawan mengunjugi Pulau Bali.
Alat
Contoh: Andi melempar bola ke arah Budi.
Hasil
Contoh: Anak-anak mengerjakan tugas pelajaran Bahasa Indonesia.

Objek penyerta adalah objek yang menyertai subjek dalam melakukan atau mengalami sesuatu.

Makna objek penyerta:
Penderita
Contoh: Ibu membelikan adik buku baru.
Hasil
Contoh: Penjahit itu membuatkan ibu baju kebaya.

4. Keterangan

Mempunyai hubungan yang renggang dengan predikat.
Jenis-jenis keterangan :
Keterangan tempat
Contoh: Ayah akan perdi ke Surabaya

Keterangan alat
Contoh: Ibu memotong sayuran dengan pisau.

Keterangan waktu
Contoh: Andi belajar matematika pukul 8 malam.

Keterangan tujuan
Contoh: Bayi harus minum susu supaya sehat.

Keterangan penyerta
Contoh: Ibu pergi ke pasar bersama kakak.

Keterangan cara
Contoh: Bacalah buku itu dengan seksama.

Keterangan similatif
Contoh: Pak Doni berbicara di rapat sebagai ketua panita.

Keterangan sebab
Contoh: Toni tidak naik kelas karena malas belajar.

C. Pola Kalimat

Pengajaran fungsi kalimat merupakan pengetahuan standar yang diajarkan dalam kelas-kelas bahasa bahkan mulai di sekolah dasar, sekolah menengah, sampai perguruan tinggi. Berdasarkan pola dasarnya, Badudu (1990: 32) mengungkapkan pola (1) S-P, (2) S-P-O, (3) S-P-Pel, (4) S-P-K, (5) S-P-O-Pel, (6) S-P-O-Pel-K, (7) S-P-O-K, dan (8) S-P-Pel-K. Kedelapan pola dasar itu, dapat diturunkan menjadi varian yang tak terbatas sebagaimana dari 26 huruf latin diturunkan menjadi kata tertulis bahasa Indonesia yang tak terbatas.

Contoh :
1. S-P
Kucing mengeong.
2. S-P-O (P sebagai kata kerja transitif)
Angga menonton Sepak bola.
3. S-P-Pel (P sebagai kata kerja intransitif)
Mita tertawa terbahak-bahak.
4. S-P-K
Ayah pergi ke Eropa.
5. S-P-O-Pel (P sebagai kata kerja bitransitif)
Mira membelikan mainan untuk adiknya Ferry.
6. S-P-O-Pel-K
Atika mengikuti seminar tentang pajak di Gunadarma.
7. S-P-O-K
Vitha mengendarai mobil ke Kampus.
8. S-P-Pel-K
Angga tertawa terpingkal-pingkal melihat Esra tercebur ke kolam ikan.

D. Macam-macam Kalimat

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur-unsur tambahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak boleh membentuk pola baru. Kalimat tunggal, misalnya kalimat inti, kalimat luas, kalimat verbal, kalimat nominal, dan kalimat tidak lengkap. (definisi kalimat tunggal )

Contoh:
1. Kalimat inti. Contoh: Rista menggambar.
2. Kalimat luas. Contoh: Rista menggambar bunga teratai.
3. Kalimat nominal. Contoh: Ayamnya lima ekor.

Selain kalimat tunggal, kita juga mengenal adanya kalimat majemuk. Kalimat majemuk adalah penggabungan dua kalimat tunggal atau lebih, sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih klausa. Hubungan antarklausa tersebut ditandai dengan kata hubung (konjungsi). ( definisi kalimat majemuk )

Kalimat majemuk dibedakan atas tiga macam. ( Jenis jenis kalimat majemuk )

1. Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara yaitu penggabungan dua kalimat tunggal dan tiap-tiap unsur-unsurnya mempunyai kedudukan setara.
Contoh:
a. Saya akan datang ke rumahmu sekarang atau nanti malam.
b. Dia sangat baik hati dan suka menolong.

2. Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat memperlihatkan berbagai jenis hubungan semantis antara klausa yang membentuknya.
Contoh:
Saya mengerjakan pekerjaan itu sampai larut malam agar besok pagi dapat mengumpulkannya.

3. Kalimat majemuk campuran
Kalimat yang hubungan antara pola-pola kalimat itu ada yang sederajat dan ada yang bertingkat.
Contoh:
Setelah saya bangun tidur, saya mandi, berganti pakaian, sarapan, lalu berangkat ke sekolah.


Sumber:
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta:Grasindo.
Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia. Jakarta:Grasindo.
http://elgrid.wordpress.com/2011/12/26/unsur-unsur-kalimat/

http://blog-siswa-majalengka.blogspot.com/2012/02/kalimat-tunggal-dan-kalimat-majemuk.html
Selengkapnya ...

Ragam Bahasa

A. Ragam bahasa (variasi penggunaan bahasa)

Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.

(Wibowo, 2001:6) Menurut David Crystal (1983), variasi bahasa adalah bentuk yang digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan yang asli, yang awal, atau yang baku. Di dalam bidang sosiolinguistik dan atilistika, ungkap David Crystal, variasi bahasa itu mengacu pada sistem ekspresi linguistik yang di pengaruhi hanya oleh variabel-variabel situasional. Pendapat ini, untuk sementara waktu, sempat mempengaruhi kalangan pakar sosiolinguistik lainnya. Para pakar ini, menurut Robert Sibrani (1992), bahkan mencoba mempertegas definisi variasi bahasa. Menurut mereka, variasi bahasa adalah suatu ragam bahasa yang berbeda secara situasional, yakni tipe bahasa khusus yang digunakan dalam suatu dialek untuk tujuan pekerjaan.

B. Penyebab timbulnya Ragam Bahasa

Mengingat adanya aspek simbol,arbibitrer, dan konvensi (yang menyebabkan tidak ada bahasa yang sama) maka bahasa pun memiliki variasi bahasa, para pakar linguistik masih saling berdebat.
Joshua A. Fishman (1972) dan suwito (1985), contohnya menegaskan, berkomunikasi dengan bahasa bukan hanya ditentukan oleh faktor linguistik. Melainkan, juga oleh faktor nonlinguistik, seperti faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial, di antaranya, meliputi status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, usia, dan jenis kelamin. Sedangkan, faktor situasional, diantaranya, mencakup siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, bilamana, di mana, dan masalah apa yang dibicarakan. Sesuai penegasan ini, berarti dominasi faktor sosial dan faktor situasional dalam pemakaian bahasa akan mempengaruhi munculnya variasi bahasa.

Penyebab-penyebab adanya ragam bahasa disebabkan tiga hal yaitu :

1. Perbedaan wilayah
Setiap daerah mempunyai perbedaan kultur atau daerah hidup yang berbeda seperti wilayah Jawa dan Papua dan beberapa wilayah Indonesia lainnya.

2. Perbedaan demografi
Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda seperti wilayah di daerah pantai, pegunungan yang biasanya cenderung mengunakan bahasa yang singkat jelas dan dengan intonasi volume suara yang besar. Berbeda dengan pada pemukiman padat penduduk yang menggunakan bahasa lisan yang panjang lebar dikarenakan lokasinya yang saling berdekatan dengan intonasi volume suara yang kecil.

3. Perbedaan adat istiadat
Setiap daerah mempunyai kebiasaan dan bahasa nenek moyang senderi sendiri dan berbeda beda.

Sebagai contoh ilustrasi berikut akan menggambarkan contoh simple adanya keragaman bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari hari.
Ana adalah seorang pelajar, ibunya berasal dari Papua dan ayahnya dari Lampung, Ana sedari kecil tinggal di Papua dareah pegunungan, sehari hari Ana menggunakan bahasa daerah Papua, ketika berusia 17 tahun Ana pindah dan memetap di Jakarta, teman teman Ana heran mendengar logat dialek bahasa Ana yang berbeda dan terbiasa berbicara dengan volume suara yang keras namun mereka mampu memaklumi karena inilah ragam bahasa Indonesia.

C. Cara pengungkapan ragam bahasa

Cara pengungkapan adalah suatu media atau cara yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan komunikasi, misalnya dengan cara:

1. Ragam bahasa lisan

Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fonemena sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.

2. 
Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

D. Ciri pengungkapan ragam bahasa

1.  Ciri-ciri ragam bahasa lisan:


  • Memerlukan kehadiran orang lain,
  • Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap,
  • Terikat ruang dan waktu,
  • Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
2.  Ciri-ciri ragam bahasa lisan:
  • Memerlukan kehadiran orang lain,
  • Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap,
  • Terikat ruang dan waktu,
  • Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
3.  Ciri-ciri ragam bahasa resmi:
  • Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten,
  • Menggunakan imbuhan secara lengkap,
  • Menggunakan kata ganti resmi,
  • Menggunakan kata baku,
  • Menggunakan EYD,
  • Menghindari unsur kedaerahan.
4.  Ciri bahasa indonesia ragam ilmiah:
  • Bahasa Indonesia ragam baku,
  • Pengunaan kalimat efektif,
  • Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda,
  • Pengunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias,
  • Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan,
  • Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan Antaralinea.
E. Kelemahan dan kelebihan pengungkapan ragam bahasa

1. Ragam Bahasa Lisan

Kelebihan Ragam Bahasa lisan:

Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
a. Bunyi arbiter yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk bekomunikasi secara langsung
b. Dapat bekerja sama dan identifikasi diri
c. Bahasa lisan merupakan bahasa yang primer
d. Bahasa lisan lebih ekspresif,dmana mimik,intonasi,dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan.

Kelemahan Ragam bahasa lisan:

Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang.


2. Ragam Bahasa Tulisan

Kelebihan Ragam Bahasa tulisan:

Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu.

a. adanya kosa kata yang berpedoman
b. adanya tanda baca dalam mengungkapan ide
c. adanya ketepatan dalam pilihan kata

Kelemahan Ragam bahasa tulisan:

Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang “diajak bicara” mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majalah, dan surat kabar.

Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
http://nindyauntari.blogspot.com/2009/10/ragam-bahasa-indonesia.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/ragam-variasi-bahasa/ Selengkapnya ...

Bahasa

A. Arti bahasa

Menurut (Liliweri, 2003:136) ada dua pandangan yang mempengaruhi definisi bahasa. Pertama, pandangan bahwa bahasa merupakan pernyataan tentang kesadaran yang luar biasa tentang diri sosial (social self). Kedua, pandangan bahwa bahasa merupakan gambaran tentang seluruh sistem pemikiran manusia. Dua definisi itu sangat berbeda satu sama lain dan gagal membuat gambaran yang tepat tentang bahasa. Menurut Social Self Definition, bahasa adalah sistem komunikasi manusia dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Sedangkan menurut Whole System Definition, bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks intersubjektif. Bahasa adalah media untuk menyatakan kesadaran, tidak sekadar mengalihkan informasi. Bahasa menyatakan kesadaran dalam konteks sosial. Inilah media paling baik bagi Anda untuk menyatakan struktur kesadaran, kepercayaan, maupun peta kesadaran. Oleh karena itu, banyak orang yang menyatakan bahwa bahasa menyatakan pikiran, dan bahkan prosedur pengujian struktur berpikir tentang sesuatu.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi bahasa menurut para ahli:

# Bill Adams
"Bahasa adalah sebuah sistem pengembangan psikologi individu dalam sebuah konteks inter-subjektif."

# Wittgenstein
"Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis."

# Ferdinand De Saussure
"Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain."

 # Plato
 "Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut."

 # Bloch & Tragger
 "Bahasa adalah sebuah sistem simbol yang bersifat manasuka dan dengan sistem itu suatu kelompok sosial bekerja sama."

 # Carrol
"Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia."

 # Sudaryono
 "Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman."

 # Saussure
 "Bahasa adalah objek dari semiologi."

 # Mc. Carthy
 "Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir."

 # William A. Haviland
"Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu."

     Kesimpulannya, bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.

B. Jenis Komunikasi


Jenis komunikasi ada 2, yaitu:

1. Verbal

     Berkomunikasi dengan menggunakan alat atau media. Contoh : bahasa lisan, tulisan. Dalam kamus Bahasa Indonesia, verbal berarti lisan dan komunikasi verbal diartikan sebagai komunikasi lisan. Namu, berdasarkan ilmu komunikasi, yang dimaksud dengan komunikasi verbal bukan hanya lisan saja tetapi meliputi komunikasi komunikasi lisan dan tulisan. Dalam komunikasi, bahasa diartilan sebagai lambang verbal. Dengan demikian, komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan lambang bahasa sebagai media. Selanjutnya karena bahasa dapat di sampaikan secara lisan atau tulisan maka komunikasi verbal dapat diartikan sebagai komunikasi yang menggunakan bahasa lisan maupun tertulis. (Barata, 2003:73)

Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa :


  • Vocabulary (perbendaharaan kata-kata), Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
  • Racing (kecepatan), Komunikasi akan lebih efektif bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
  • Intonasi suara, akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
  • Humor, dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
  • Singkat dan jelasKomunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
  • Timing (waktu yang tepat), adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.

2. Non Verbal 
     Berkomunikasi dengan menggunakan alat atau media selain bahasa. Komunikasi non verbal merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.

Jenis-jenis bahasa non verbal:

1.  Komunikasi objek 
     Seorang polisi yang menggunakan seragam merupakan salah satu bentuk komunikasi objek. Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan daripada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah seragam.

2.  Sentuhan Haptik
    Adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.

3.  Kronemik 
     Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).

4.  Gerakan tubuh 
     Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frasa, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.

5.  Proxemik 
     Proxemik atau bahasa ruang, yaitu jarak yang Anda gunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi Anda berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban Anda dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian Anda terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial.

6.  Vokalik 
     Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. Ilmu yang mempelajari hal ini disebut paralinguistik. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti "mm", "e", "o", "um", saat berbicara juga tergolong unsur vokalik, dan dalam komunikasi yang baik hal-hal seperti ini harus dihindari.

7.  Lingkungan 
     Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan warna.

C. Fungsi Bahasa

Menurut (Widjono, 2007:15), Fungsi bahasa di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Bahasa sebagai sarana komunikasi
     Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat. Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya, komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja, komunikasi sosial, dan komunikasi budaya.
2. Bahasa sebagai sarana integrasi dan adaptasi
     Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara merupakan fungsi intergratif. Dengan bahasa orang dapat menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan. Misalnya: integritas kerja dalam sebuah instansi. Bahkan, bahasa menimbulkan suatu kekuatan yang merupakan sinergi dengan kekuatan orang lain dalam interitas tersebut. Kemampuan berintegritas dan beradaptasi ini dibangun melalui aturan verbal (dan non verbal dalam bentuk simbol-simbol), yaitu bahasa.

Adapun Menurut (Gorys, 1997:4), Fungsi Bahasa di bagi menjadi 4, yaitu:
1.  Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
     Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
     Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain:
-Agar menarik perhatian orang lain terhadap kita.
-Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
     Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri.

2.  Bahasa sebagai Alat Komunikasi
     Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita.

3.  Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
     Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya.

4.  Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
     Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
     Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang. Atau contoh lain misalnya “Hati-hati jalan Licin!!”. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan untuk dapat berhati-hati dalam melewati jalan tersebut karena kondisi jalan yang licin.

D. Sejarah Bahasa Indonesia

Perkembangan Bahasa Indonesia
  • Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  • Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
  • Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
  • Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  • Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  • Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  • Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  • Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  • Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
  • Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  • Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Penyempurnaan Ejaan

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

Ejaan van Ophuijsen

     Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahimmenyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. 
Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
  • Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
  • Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
  • Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
  • Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik

     Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
  • Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
  • Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
  • Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
  • Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

     Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

     Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Perubahan:











E. Kedudukan Bahasa Indonesia

Sebagai Bahasa Nasional

     Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari “Sumpah Pemuda” lebih tepatnya, Dinyatakan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki fungsi-fungsi sebagai berikut :

  1. Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional.
  2. Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan Bangsa.
  3. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
  4. Bahasa Indonesia sebagai Pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.

Adapun penjelasanya :

1.  Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional.
     Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakan nya bahasa indonesia dalam bulir-bilir Sumpah Pemuda. Yang bunyinya sebagai berikut :

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.

2.  Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan Bangsa.
     Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya. Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.

3.  Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
     Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya saja Buku, Koran, Acara pertelevisian, Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu diantara semua itu. Hal ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.

4.  Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.
     Agar semua bangsa indonesia memiliki bahasa pemersatu dalam berkomunikasi walaupun berbeda - beda asal,suku,ras dan adat

Sebagai Bahasa Negara

     Pada tanggal 25-28 Februari 1975, Hasil perumusan seminar polotik bahasa Nasional yang diselenggarakan di jakarta. berikut fungsi dan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara adalah :
  1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.
  2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.
  3. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
  4. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.

Adapun penjelasanya :

1.  Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.
     Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

2.  Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.
     Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek)

3.  Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
     Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

4.  Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.
     Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum tentu akan mengerti.

Sumber:
Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta:LKis Pelangi Aksara.
Hs, Widjono. 2007. Bahasa Indonesia. Jakarta:Grasindo.
Barata, Atep Arya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta:Elex Media Komputindo.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:Penerbit Nusa Indah.
http://ciptacitakarsakarya.blogspot.com/2012/01/komunikasi-non-verbal-pesan-dari.html
http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_info494.html
http://gogopratamax.blogspot.com/2011/11/kedudukan-bahasa-indonesia-sebagai.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia

Selengkapnya ...