Analisis RUU ITE & UU No.19 Tentang Hak Cipta


A. Analisis RUU ITE

Setiap permasalahan pasti ada penyelesaian. Seiring banyaknya kasus kejahatan di dunia elektronik, maka di buatlah RUU ITE (Rancangan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik), yang didalamnya terdapat ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia/di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia.

1. Pengertian dalam undang-undang :
  1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 
  2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. 
  3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi 
  4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 
  5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. 
  6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. 
  7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka. 
  8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang. 
  9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. 
  10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik. 
  11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik. 
  12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. 
  13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik. 
  14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan. 
  15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan. 
  16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya. 
  17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. 
  18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. 
  19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim. 
  20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. 
  21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum. 
  22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 
  23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature.

Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:

Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE);
tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);
penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan
penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:

konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE);
akses ilegal (Pasal 30);
Intersepsi ilegal (Pasal 31);
gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);
gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);
penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).

2. Hasil Analisis:

UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Rangkuman singkat dari UU ITE adalah sebagai berikut:
1. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
2. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
3. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
4. Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
5. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
· Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
· Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
· Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Teror)
· Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
· Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
· Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
· Pasal 33 (Virus, DoS)
· Pasal 35 (Pemalsuan Dokumen Otentik / phishing)

UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional. Upaya pemerintah untuk menjamin keamanan transaksi elektronik melalui UU ITE ini patut diapresiasi. Tapi mata dan pikiran juga tetap siaga pada isi peraturan yang berkemungkinan melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dan kritis.
UU ini telah jauh melenceng dari misi awalnya yang hendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik. UU ITE malah melangkah jauh dengan mencampuri hak-hak sipil yang merupakan bagian dari kebebasan dasar yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang yaitu kemerdekaan berpendapat yang dilindungi UU 1945 dan piagam PBB soal HAM.
Setelah sedikit proses analisis, ternyata walaupun sudah disahkan oleh legislative, masih banyak juga yang berpendapat bahwa UU ITE masih rentan terhadap pasal karet, atau pasal-pasal yang intepretasinya bersifat subjektif/individual. Memang UU ini tidak bisa berdiri sendiri, dapat dikatakan bahwa UU ini ada hubungan timbal balik dengan RUU Anti-Pornografi, yang notabene juga sedang gencar-gencarnya dibahas.
Secara umum, ada beberapa aspek yang dilindungi dalam UU ITE, antara lain yang pokok adalah:
Orang secara pribadi dari penipuan, pengancaman, dan penghinaan.
Sekumpulan orang/kelompok/masyarakat dari dampak negative masalah kesusilaan, masalah moral seperti perjudian dan penghinaan SARA.
Korporasi (perusahaan) atau lembaga dari kerugian akibat pembocoran rahasia dan informasi financial juga exploitasi karya.

B. UU No.19 Tentang Hak Cipta

1. Pengertian UU NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

BAB I : KETENTUAN UMUM

Pasal 1 , ayat 8 :

Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.

BAB II : LINGKUP HAK CIPTA

Pasal 2, ayat 2 :

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

BAB III : MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 30:
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Ciptaan yang dapat dilindungi

Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

2. Analisis UU No. 19 Tentang Hak Citra
Dalam UU ini dibuat sebagai perlindungan hak cipta dari seorang yanga membuat/melahirkan suatu hasil karya dengan keterampilan, kemampuan imajinasi dan keahlian suatu bidang yang dituangkan dalam suatu karya yang baru. Ciptaan dapat dibuat dengan alat apapun termasuk media TI. Ciptaan dapat disebar untuk dibaca, didengar dan dilihat masyarakat umum. Hak cipta ini diberikan kepada pemilik karya dan orang-orang yang dihendaki oleh penciptanya.
Dalam mendapatkan hak cipta, pencipta harus melakukan pendaftaran ke Direktorat Jenderal. Permohonan hak cipta berupa lisensei, yakni izin hak cipta sebagai pemegang karyanya, termasuk orang yang dikehendaki untuk diumumkan, perbanyak dan persyaratan yang terkandung didalamnya.

3. Contoh Kasus
Mencuatnya kasus pembajak TV satelit ini bermula saat terdakwa kedapatan menyiarkan chanel milik PT MNC Sky Vision Tbk atau Indovision. Melalui PT Citra Vision, Irfan menyiarkan sejumlah chanel premium melalui layanan televisi kabel kepada warga Purwakarta.
Kutipan berikut diambil dari inilahkoran.com . Kasus di atas merupakan sudah melanggar pasal 72 ayat 1 junto pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002, atau pasal 72 ayat 2 UU Nomor 19/2002 atau pasal 72 ayat 5 junto pasal 49 ayat 3 UU 19/2002 tentang hak cipta. Selain itu, juga melanggar pasal 72 ayat (5) UU Nomor 6/1982 tentang Hak Cipta.

Terdakwa, sebut dia, me-redistribusi sejumlah konten penyiaran milik perusahaannya. Seperti, FOX TV, Celestial Movies, National Geography dan konten lainnya kepada warga Purwakarta tanpa seizin perusahaannya.
“Sebab, selain menyiarkan chanel-chanel premium tanpa izin dari pemilik hak siar yang dikelola PT MNC Sky, PT Citra Celebes Multi Media (Citra Vision) milik Irfan dilaporkan ke Polisi lantaran diduga mengelola siaran TV tanpa memiliki legalitas, terutama izin dari pihak penyelenggaraan penyiaran,” jelas dia.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Selengkapnya ...