Konflik Organisasi

Definisi Konflik organisasi

Terdapat banyak definisi konflik-konflik, meskipun makna yang diperoleh definisi itu berbeda-beda beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari definisi tersebut. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat. Apakah konflik itu ada atau tidak ada merupakan persoalan persepsi. Jika tidak ada yang menyadari adanya konflik, secara umum lalu disepakati konflik tidak ada. Kesamaan lain dari definisi-definisi tersebut adalah adanya pertentangan atau ketidakselarasan dan bentuk-bentuk interaksi. Beberapa factor ini menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses konflik.
Jadi, kita dapat mendefinisikan konflik sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative, sesuatu yang mejadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Sangat beralasan untuk mengatakan bahwa telah terjadi “konflik” mengenai peran konflik dalam kelompok dan organisasi. Salah satu aliran pemikiran berprndapat bahwa konflik harus dihindari, konflik menunjukkan adanya sesuatu yang tidak berfungsi dalam kelompok. Kami menyebut pemikiran ini pandangan tradisional. Aliran pemikiran lainnya,
pandangan hubungan manusia, berpendapat bahwa konflik adalah akibat alamiah dan tak terhindarkan dalam kelompok mana pun dan bahwa konfliik tidak mesti atau tidak selalu jahat, tetapi justru memendam potensi untuk menjadi daya positif dalam mendorong kinerja kelompok. Perspektif ketiga, dan terbaru, tidak hanya menyatakan bahwa konflik dapat menjadi daya positif dalam sebuah kelompok tetapi juga secara eksplisit berpendapat bahwa beberapa konflik mutlak diperlukan oleh sebuah kelompok untuk dapat berkinerja secara efektif. Kami melabeli aliran ketiga ini pandangan interaksionis.

Pandangan tradisional & interaksionis

Pandangan tradisional
Pendekatan paling awal mengenai konflik berpandangan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik di pandang secara negative, dan digunakan sebagai sinonim dari istilah-istilah seperti kekerasan, kerusakan, dan irasionalitas, sekedar untuk memperkuat konotasi negatifnya. Konflik, dari definisinya saja sudah berbahaya dan harus dihindari. Pandanga tradisional ini sejalan dengan sikap yang di anut banyak orang menyangkut perilaku kelompok pada tahun 1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dan komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antaranggota, serta ketidakmampuan para mamajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka.
Pendangan bahwa semua konflik buruk tentu saja merupakan sebuah pendekatan sederhana dalam mengamati perilaku orang yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus dihindari. Kita hanya perlu mengarahkan p[erhatian pada sebab-sebab konflik serta mengoreksi malfingsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi. Meskipun saat ini studi-studi penelitian memberikan bukti yang kuat untuk menolak bahwa pendekatan terhadap berkurangnya konflik menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi, banyak di antara kita yang masih mengevaluasi situasi konflik menggunakan standar yang sudah using semacam ini.

Pandangan interaksionis
Pandangan interaksionis mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan koorperatif biasanya menmjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahan dan inovasi, karena itu sumbangan terbesar pandangan interaksionis adalah mendorong para pemimpin kelompok untuk mempertahankan terjadinya tingkat konflik adalah baik. Alih-alih, beberapa konflik memang bias mendukung pencapaian tujuan kelompok dan memeperbaiki kinerjanya yaitu bentuk-bentuk konflik yang fungsional dan konstruktif. Selain itu, terdapat konflik-konflik yang disfungsional dan desktruktif. Apa yang membedakan konflik yang disfungsional dan destruktif. Apa yang membedakan konflik fungsional dari konflik disfungsional ? bukti menujukan bahwa anda perlu memperhatikan jenis konfliknya. Secara sesifik, ada tiga tipe konflik: tugas, hubungan, dan proses.
Konflik tugas berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan. Konflik hubungan berfokus pada hubungan antarpersonal. Konflik proses berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan. Kajian-kajian menunjukan bahwa konflik hubungan hamper selalu bersifat disfungsional. Mengapa? Gesekan dan permusuhan antarpersonal yang melekat di dalam konflik hubungan mempertajam pertentangan kepribadian dan mengurangi rasa saling pengertian, yang ada gilirannya menghambat penyelesaian tugas-tugas organisasi. Namun, tingkat konflik proses dan tingkat konflik tugas yang rendah sampai seeding bias menjadi tingkat rendah sampai sedang bias menjadi konflik fungsional. Agar produktif, konflik proses konflik proses harus dijaga tetap dalam tingkat yang rendah. Perdebatan yang tajam dan panas mengenai siapa yang harus melalukan apa menjadi disfungsional ketika hal itu justru menciptakan ketidakpastian mengenai peran tugas masing-masing anggota, memperpanjang waktu penyelesaian tugas, dan menyebabkan para anggota berkerja serampangan. Tingkat konflik tugas yang rendah sampai sedang senantiasa memperlihatkan efek positif pada kinerja kelompok karena merangsang munculnya ide-ide segar yang membantu kelompok nerkinerja lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar